Rabu, 30 Mei 2012

Boedi Oetomo

Ya, ini adalah postinganku yang kedua dalam runtutan postingan tentang organisasi-organisasi pergerakan nasional. Di dalam postingan ini, aku membahas Organisasi yang didirikan oleh Wahidin Hoedirohusodo. Yap, Boedi Oetomo. Lebih jelasnya, ada di dalam postingan ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiiin.

Boedi Oetomo

Mas Ngabehi Wahidin Soedirohusodo, seorang dokter dan juga termasuk priayi dengan semangat-semangatnya hendak meningkatkan martabat rakyat Indonesia. Pada tahun 1906-1907 ia melakukan kampanye di kalangan priayi di pulau Jawa. Pada akhir tahun 197, Wahidin bertemu dengan Soetomo, pelajar STOVIA di Batavia. Pertemuan tersebut berhasil mendorong didirikannya organisasi yang diberi nama Boedi Oetomo pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908 di Batavia dengan Soetomo sebagai ketuanya. Tanggal inilah yang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.


Boedi Oetomo ini, pada awalnya hanya sebuah organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA sebagai intinya. Boedi Oetomo memiliki tujuan yang tertulis secara samar-samar, yaitu "Kemajuan Hindia". Ruang geraknya pun hanya sebatas pulau Jawa dan Madura. 


Hingga menjelang kongres pertama, Boedi Oetomo sudah memiliki 8 cabang. Batavia, Bogor, Bandung, Yogyakarta I, Yogyakarta II, Magelang, Surabaya, dan Probolinggo. Setelah cita-cita Boedi Oetomo mendapat dukungan yang luas dari kalangan cendekiawan Jawa, barisan pelajar mulai menyingkir dari barisan depan. Sebagian dari mereka menginginkan agar yang lebih tua yang memegang peran bagi gerakan itu.


Ketika kongres Boedi Oetomo berlangsung di Yogyakarta, pimpinan berak=lih kekuasaan ke generasi yang lebih tua, yaitu dari kalangan priayi rendahan. Tirtokusumo, bupati Karanganyar, yang ditunjuk sebagai ketua baru Boedi Oetomo dan Yogyakarta sebagai pusatnya. Setelah melalui perdebatan panjang, Boedi oetomo tidak berpolitik dan jangkauan pergerakannya hanya sebataas Jawa dan Madura. Namun, dalam perkembangannya Tirtokusumo sebagai ketua yang baru lebih cenderung memperhatikan reaksi dari pemerintah kolonial daripada reaksi penduduk pribumi.


Karena kebanyakan pendukungnya dari kalangan priayi rendahan, Boedi Oetomo menganggap perlu meluaskan pendidikan Barat di kalangan priayi. pengetahuan bahasa Belanda mendapat prioritas utama, karena tanpa pengetahuan bahasa Belanda, seseorang tidak dapat diharapkan mendapatkan kedudukan yang layak dalam jenjang kepegawaian pemerintahan kolonial. Hal itu menunjukkan pengaruh golongan tua dan golongan priayi yang lebih mengutamakan jabatannya.


Reaksi dari luar golongan tersebut terwujud dengan pembentukan organisasi-organisasi sejenis yang hanya mewakili golongan masing-masing, seperti Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Minahasa, Paguyuban Pasundan, dan Sarekat Islam, meskipun merupakan hal yang wajar dalam pertumbuhan proses integrasi nasional.


Setelah persetujuan dari pemerintah kolonial sebagai badan hukum diberikan, diharapkan organisasi Boedi Oetomo akan lebih melancarkan kegiatannya secara luas. Akan tetapi, yang terjadi malah sebaliknya, Boedi Oetomo segera menjadi lamban. Hal itu disebabkan karena adanya kesulitan keuangan dan banyak bupati yang sebelumnya menjadi anggota Boedi Oetomo mendirikan organisasi sendiri. Selain itu, banyak pelajar STOVIA dan golongan muda lainnya berhenti sebagai anggota. Hingga akhir tahun 1909, jumlah anggota Boedi Oetomo sekitar 10.000 orang.


Perkembangan selanjutnya merupakan periode yang paling lamban bagi Boedi Oetomo. Aktivitasnya hanya sebatas pada penerbitan majalah bulanan Goeroe Desa dan beberapa petisi kepada pemerintah agar meningkatkan mutu sekolah menengah pertama. Pemerintah kolonial yang mengawasi perkembangan Boedi Oetomo sejak berdirinya dengan penuh perhatian akhirnya berkesimpulan bahwa pengaruh Boedi Oetomo kepada rakyat pribumi tidak begitu besar. Keberadaan Boedi Oetomo semakin tidak berarti dengan adanya bayang-bayang munculnya organisasi-organisasi pergerakan nasional lainnya, terutama Sarekat Islam dan Indische Partij.


Ketika Perang Dunia I mulai terjadi pada tahun 1914, ada usaha untuk mengembalikan kekuatan Boedi Oetomo. Adanya bahaya intervensi pihak asing ke wilayah Indonesia menjadi alasan bagi Boedi Oetomo untuk mengajukan usul tentang perlunya wajib militer bagi kaum pribumi. Kemudian dikirim misi ke Belanda oleh komite Indie Weerbaar (Hindia yang Berketahanan). Periode tahun 1916-1917 merupakan masa yang amat berhasil bagi Boedi Oetomo. Dwidjosewoyo sebagai wakil Boedi Oetomo dalam misi tersebut berhasil melakukan pendekatan dengan pemimpin-pemimpin Belanda. Namun usulan tentang wajib militer ternyata gagal. Sebagai gantinya dikeluarkan undang-undang tentang pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) yang disahkan pada bulan Desember 1916.
Foto asli gedung STMN-1 Boedi Oetomo


Di dalam sidang Volksraad, wakil-wakil Boedi Oetomo masih bertindak hati-hati dalam melancarkan kritik terhadap pemerintah kolonial. Sebaliknya para anggota pribumi lain yang lebih radikal dan anggota kaum sosialis Belanda di dalam Volksraad melakukan kritik tajam terhadap pemerintah kolonial. Saat terjadi krisis pada bulan November 1918 di Negeri Belanda, mereka menuntut perubahan bagi Volksraad dan kebijakan pemerintah kolonial pada umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1919 dibentuk suatu komisi untuk mengadakan penyelidikan perlunya pebaikan ketatanegaraan. 


Akhirnya Boedi Oetomo menyadari tentang perlunya suatu gerakan politik dan menggalang dukungan massa sehingga unsur-unsur radikal dalam tubuh Boedi Oetomo pun mulai besar pengaruhnya. Akan tetapi, segera setelah itu kebijakan politik yang lebih keras dilakukan oleh Gubernur Jenderal Mr. D. Fock dan anggaran pendidikan dikurangi secara drastis. Akibatnya, terjadi perpecahan antara golongan moderat dan radikal di dalam Boedi Oetomo. Pada tahun 1924, dr. Soetomo yang merasa tidak puas dengan Boedi Oetomo mendirikan Indonesische Studie Club di Surabaya yang kemudian berkembang menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Sebab utama dari pembentukan Indonesische Studie Club adalah dr. Soetomo dan juga pemimpin nasionalis lainnya menganggap asas "Kebangsaan Jawa" dari Boedi Oetomo sudah tidak sesuai lagi. Boedi Oetomo baru terbuka bagi penduduk seluruh Indonesia sesudah kongres pada bulan Desember 1930. Perpecahan dalam Boedi Oetomo baru berakhir ketika Boedi Oetomo melakukan fusi dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan membentuk Parindra (Partai Indonesia Raya) pada tahun 1935.

Karena Boedi Oetomo tidak pernah mendapat dukungan massa, kedudukannya dalam politik tidak begitu penting. Namun, satu hal yang penting adalah dari dalam Boedi Oetomo telah muncul benih semangat nasional yang pertama, yang kemudian disusul dengan berdirinya Sarekat Islam dan Indische Partij.





Seperti itulah, sedikit pengetahuan tentang Boedi Oetomo. Sekarang kita tidak hanya sekedar tahu namanya saja, kita menjadi lebih banyak tahu kan tentang Boedi oetomo. Yap, sebuah momen Kebangkitan Nasional lahir dari organisasi ini. Semoga kita bisa menjadikan Sejarah sebagai pelajaran di kehidupan kita. 




Salam,
Borillow - Primordialova
Rifai Mohamad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar