Kamis, 31 Mei 2012

Sarekat Islam

Yap, kali ini pembahasan beralih ke Sarekat Islam. Ini adalah postingan saya nomor 3 \, yang sebelumnya sudah dibahas PKI dan Boedi Oetomo. Sarekat Islam ini berideologi Islamisme. Pada awalnya tujuan dari organisasi ini adalah sebagai bentuk reaksi monopoli perdagangan China. Untuk pembahasan yang lebih lengkap, ada di postingan ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Amiiin.
Sarekat Islam
H.O.S. Cokroaminoto
Haji Samanhudi
 Pada akhir tahun 1911, Haji Samanhudi di Solo menghimpun para pengusaha batik di dalam sebuah organisasi yang bercorak agam dan ekonomi, yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI). Pembentukan organisasi itu adalah bentuk reaksi terhadap monopoli penjualan bahan-bahan baku oleh pedagang-pedagang Cina yang dirasa sangat merugikan mereka. Setahun kemudian, pada bulan November 1912 nama SDI diganti menjadi Sarekat Islam (SI) dengan ketuanya Haji Oemar Said Cokroaminoto, sedangkan Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaannya menjadi lebih luas, bukan hanya dari kalangan pedangang. Permasalahan utama yang menjadi inti perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan dan kesombongan rasial. Berbeda dengan Boedi Oetomo, keanggotaan Sarekat Islam bersifat terbuka sehingga berhasil menyentuh lapisan masyarakat bawah yang sejak berabad-abad paling banyak menderita

Apabila dilihat anggaran dasarnya, tujuan pendirian Sarekat Islam adalah sebagai berikut :
- Mengembangkan jiwa dagang.
- Memberikan bantuan kepada anggota-anggota yang menderita kesulitan.
- Memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputra.
- Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
Berpuluh-puluh cabang SI berdiri di seluruh Indonesia. Pertumbuhan yang cepat itu mengakibatkan sebagian besar pengikutnya belum mempunyai pengertian tujuan dan kegiatan Si, lebih-lebih bagi mereka yang berada di pedasaan. Dalam kondisi yang demikian sudah barang tentu timbul penyimpangan-penyimpangan dari perjuangan SI, antara lain beberapa aksi massa yang mengatasnamakan SI untuk membenarkan tindakannya. Timbul beberapa gerakan anti-Cina karena mereka dianggap sebagai penghalang usaha ekonomi pribumi, seperti di Surakarta, Bangil, Tuban, Rembang, dan Kudus (1918), sedangkan di Batavia berubah menjadi gerakan anti judi dan pelacuram
Governor-General Idenburg
Gubernur Jendral Idenburg yang memerintah pada saat itu menempuh jalan berhati-hati dengan mengirim salah satu penasehatnya kepada SI. Hasilnya adalah untuk sementara waktu, SI tidak boleh berupa organisasi yang memiliki pengurus besar dan hanya diperbolehkan berdiri secara lokal sehingga bahaya akan adanya aksi massa secara nasional dapat dihindari
Banyak ketimpangan dalam masyarakat kolonial yang menjadi sorotan SI, seperti segala macam cara memberi hormat, duduk bersila di lantai, pemakaian bahasa tinggi dengan atasan, dan larangan memakai pakaian modern (Barat). Di samping itu, berbagai bentuk diskriminasi dianggap telah melukai martabat kaum pribumi, misalnya kereta, kamar tunggu di stasiun, dan tempat rekreasi yang dikhususkan untuk kaum pribumi
Gambar surat kabar Nieuws van den Dag
Suatu insiden pers terjadi pada waktu surat kabar Nieuws van Dag pada 1915 menuliskan bahwa “orang Jawa (pribumi) sangat primitif dan sifatnya seperti anak-anak, nakal, tak seimbang, malas, tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat mengatur diri sendiri.” Tulisan yang menyinggung harga diri kaum pribumi itu kemudian dituntut oleh pers Indonesia, antara lain melalui surat kabar SI, Oetoesan Hindia, agar pengarangnya ditindak secara hukum. Anggapan buruk terhadap kaum pribumi memang sengaja dilakukan kaum kolonialis sehingga membenarkan perlakuan diskriminasi rasial dan penjajahan terhadap Asia-Afrika
Kecepatan pertumbuhan SI bagaikan meteor dan meluas secara horizontal. SI merupakan organisasi massa pertama di Indonesia yang antara tahun 1917 dan 1920 pengaruhnya sangat terasa dalam perkembangan politik di Indonesia. Coraknya yang demokratis dan kesiapannya untuk berjuang secara radikal mendekatkan beberapa cabang SI beserta pemimpinnya kepada ajaran Marxis. Pengguanaan teori-teori Marxis untuk perjuangan melawan imperialisme dipelopori oleh SI cabang Semarang yang dipimpin oleh Semaun dan Darsono
Abdul Muis
K.H. Agus Salim
Tan Malaka
Semaun
Masuknya ajaran-ajaran Marxis menimbulkan krisis dalam tubuh SI antara pendukung paham Islam dan penganut ajaran Marxis. Perdebatan seru terjadi antara H.A. Agus Salim-Abdul Muis pada satu pihak dengan Semaun-Tan Malaka pada lain pihak. Pada tahun 1921, melalui kebijakan “disiplin partai” golongan kiri dalam tubuh SI dapat disingkirkan. Kebijakan “disiplin partai” melarang anggota SI memiliki keanggotaan ganda dalam organisasi pergerakan nasional. Mereka yang terdepak dari SI kemudian menamakan dirinya Sarekat Rakyat (SR).
Aktivitas SI yang lebih mengutamakan politik tidak disetujui oleh sebagian anggotanya. Mereka menginginkan SI lebih banyak memperhatikan masalah-masalah keagamaan. Dalam kondisi itu, SI memutuskan untuk bekerja sama dengan pemerintah kolonial dan berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam. Sehubungan dengan semakin meluasnya semangat persatuan setelah Sumpah Pemuda, nama tersebut diubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) pada tahun 1930 dengan ketuanya Haji Agus Salim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar