Yap, kali ini pembahasan beralih ke Sarekat Islam. Ini adalah postingan saya nomor 3 \, yang sebelumnya sudah dibahas PKI dan Boedi Oetomo. Sarekat Islam ini berideologi Islamisme. Pada awalnya tujuan dari organisasi ini adalah sebagai bentuk reaksi monopoli perdagangan China. Untuk pembahasan yang lebih lengkap, ada di postingan ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Amiiin.
Sarekat
Islam
H.O.S. Cokroaminoto |
Haji Samanhudi |
Pada akhir tahun 1911, Haji Samanhudi
di Solo menghimpun para pengusaha batik di dalam sebuah organisasi
yang bercorak agam dan ekonomi, yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI).
Pembentukan organisasi itu adalah bentuk reaksi terhadap monopoli
penjualan bahan-bahan baku oleh pedagang-pedagang Cina yang dirasa
sangat merugikan mereka. Setahun kemudian, pada bulan November 1912
nama SDI diganti menjadi Sarekat Islam (SI) dengan ketuanya
Haji Oemar Said Cokroaminoto, sedangkan Samanhudi sebagai ketua
kehormatan. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaannya
menjadi lebih luas, bukan hanya dari kalangan pedangang. Permasalahan
utama yang menjadi inti perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap
setiap bentuk penindasan dan kesombongan rasial. Berbeda dengan Boedi
Oetomo, keanggotaan Sarekat Islam bersifat terbuka sehingga berhasil
menyentuh lapisan masyarakat bawah yang sejak berabad-abad paling
banyak menderita
Apabila dilihat anggaran dasarnya,
tujuan pendirian Sarekat Islam adalah sebagai berikut :
-
Mengembangkan jiwa dagang.
- Memberikan bantuan kepada anggota-anggota yang menderita kesulitan.
- Memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputra.
- Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
- Memberikan bantuan kepada anggota-anggota yang menderita kesulitan.
- Memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputra.
- Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
Berpuluh-puluh cabang SI berdiri di
seluruh Indonesia. Pertumbuhan yang cepat itu mengakibatkan sebagian
besar pengikutnya belum mempunyai pengertian tujuan dan kegiatan Si,
lebih-lebih bagi mereka yang berada di pedasaan. Dalam kondisi yang
demikian sudah barang tentu timbul penyimpangan-penyimpangan dari
perjuangan SI, antara lain beberapa aksi massa yang mengatasnamakan
SI untuk membenarkan tindakannya. Timbul beberapa gerakan anti-Cina
karena mereka dianggap sebagai penghalang usaha ekonomi pribumi,
seperti di Surakarta, Bangil, Tuban, Rembang, dan Kudus (1918),
sedangkan di Batavia berubah menjadi gerakan anti judi dan pelacuram
Governor-General Idenburg |
Banyak ketimpangan dalam masyarakat
kolonial yang menjadi sorotan SI, seperti segala macam cara memberi
hormat, duduk bersila di lantai, pemakaian bahasa tinggi dengan
atasan, dan larangan memakai pakaian modern (Barat). Di samping itu,
berbagai bentuk diskriminasi dianggap telah melukai martabat kaum
pribumi, misalnya kereta, kamar tunggu di stasiun, dan tempat
rekreasi yang dikhususkan untuk kaum pribumi
Gambar surat kabar Nieuws van den Dag |
Kecepatan pertumbuhan SI bagaikan
meteor dan meluas secara horizontal. SI merupakan organisasi massa
pertama di Indonesia yang antara tahun 1917 dan 1920 pengaruhnya
sangat terasa dalam perkembangan politik di Indonesia. Coraknya yang
demokratis dan kesiapannya untuk berjuang secara radikal mendekatkan
beberapa cabang SI beserta pemimpinnya kepada ajaran Marxis.
Pengguanaan teori-teori Marxis untuk perjuangan melawan imperialisme
dipelopori oleh SI cabang Semarang yang dipimpin oleh
Semaun dan Darsono
Abdul Muis |
K.H. Agus Salim |
Tan Malaka |
Semaun |
Masuknya ajaran-ajaran Marxis
menimbulkan krisis dalam tubuh SI antara pendukung paham Islam dan
penganut ajaran Marxis. Perdebatan seru terjadi antara H.A. Agus
Salim-Abdul Muis pada satu pihak dengan Semaun-Tan Malaka pada
lain pihak. Pada tahun 1921, melalui kebijakan “disiplin partai”
golongan kiri dalam tubuh SI dapat disingkirkan. Kebijakan “disiplin
partai” melarang anggota SI memiliki keanggotaan ganda dalam
organisasi pergerakan nasional. Mereka yang terdepak dari SI kemudian
menamakan dirinya Sarekat Rakyat (SR).
Aktivitas SI yang lebih mengutamakan
politik tidak disetujui oleh sebagian anggotanya. Mereka menginginkan
SI lebih banyak memperhatikan masalah-masalah keagamaan. Dalam
kondisi itu, SI memutuskan untuk bekerja sama dengan pemerintah
kolonial dan berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam.
Sehubungan dengan semakin meluasnya semangat persatuan setelah Sumpah
Pemuda, nama tersebut diubah menjadi Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII) pada tahun 1930 dengan ketuanya Haji Agus Salim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar